WARUNG KOPI: Catatan Mingguan Gilang Ramazan 1
Pena yang basah sudah kuoleskan dengan perlahan dalam buku note bersampul biruku. Namaku Gilang Ramazan dan inilah catatan mingguanku.
Hari sudah menjelang malam. Akan
tetapi suara tawar menawar, percikan api dari penggorengan, dan bunyi batok
kelapa yang pecah masih terdengar ramai di malam ramadhan. Tak ada yang
melarang anak muda berkeliaran diatas jam 9 hingga 11 malam asalkan sesudah
mengikuti sholat taraweh.
Diantara semuanya terdapat warung kopi
yang cukup ramai dikunjungi. Baik hanya sekedar berkongko, menyesap kopi hitam
atau sekedar memesan air putih dan roti bakar yang diikuti pertanyaan akan password
wifi. Warkop ini memang terkenal akan kecepatan dan kapasitas wifi yang cukup
besar itulah sebabnya banyak mahasiswa maupun anak2 mampir kesini untuk sekedar
bemain game atau mengerjakan tugas.
Tapi jika hanya wifi namanya adalah warnet bukan warung kopi, warung
kopi ini terkenal akan kopi hitmnya yang tiap ulannya memiliki tradisi
mengganti jenis biji kopi yang akan dihidangkan. Roti bakar cokelat dan indomie
goreng degan telur setengah matang juaranya disini.
Sedangkan saat ini aku sedang duduk
santai dipojok ruangan mencari inspirasi untuk naskahku dengan sesambil membaca
novel dan menikmati kopiku. Kata demi kata kubaca diiringin rasa ampas kopi
yang kukecapkan beberapa kali disalam mulutku. Tak kusadari diriku dipanggil
oleh pemilik warung kopi bang jamal.
“Gilang bantulah sedikit. Kau dari
tadi hanya menyendiri saja dipojokan. Dunia luas boi gerakkan badanmu” lantang
bang jamal dari dapur. Aku hanya menghela nafas dan menutup novel tebalku dan
menatap bang jamal.
“bang, biarlah
kawanmu ini menikmat waktu sendiri dengan segelas kopi. Nanti kubantu mencuci
piring dan perihal membantu melayani aku bukan pakarnya bang. Kau yang lebih
tau itu” sanggah aku.
“bukannya ini
akan membantumu dalam mencari inspirasi dalam menulis naskahmu??? Aku tau ini
tak ada kaitannya. tapi kopi buatanmu itu terkenal disini. Beberapa orang
bertanya siapa yang membuatnya tapi ku hanya tersenyum karna tak dapat membuat
kopi senikmat dirimu” sahut Bang Jamal dari dapur
“…”
Diriku terdiam memikirkan tawaran dari bang jamal. Seketika kulirik notes
hitamku yang sedari tadi masih bersih dari segala tinta yang mengalir dari
ujung penaku, tersadar dari tadi terlalu terbuai akan kata2 novel Andrea Hirata
memuat kulupa akan tujuan datang ketempat ini yaitu mencari inspirasi.
Aku pun langsung menandai halaman terakhir yang kubaca dan memasukkan
novel dan notes kedalam tas. Setelah menyimpan tas kedalam loker kusambar aplon
yang sedari tadi menggantung sendiri digantugan seakan menunggu pemakainya.
Bergerak dengan tenang menuju dapur melihat sosok bang jamal yang sedari
tadi bekerja melayani semua tamu yang memadati warung kopinya. Dia sudah cukup
berumur tapi semangatnya, semangatnya mengalahkan anak muda jaman sekarang yang
masih saja sibuk dalam masalah percintaan dan lain – lainnya.
“Gilang, sekarang kau layani bagian minuman di depan Dan sekalian bawa
ini karna seingat ku kopi yang ada di didepan sudah habis.”
“baiklah” ucap ku dan membawa karung bubuk kopi gayo kedepan
Didepan ramai pengunjung yang berbincang satu sama lainnya di tiap2 sudut
meja yang sudah tertata rapi di warung kopi dengan kisah dan topic yang berbeda
di tiap2 mejanya. Melihat daftar pesanan kopi yang cukup banyak tidak membuat
ku panic atau mengeluh. Apalagi ditambah mekanisme bang jamal dimana tiap
kertas pesanan dia menulis jam pesanan itu tercatat sehingga lebih mudah
menentukan pesanan mana yang harus dilakukan terlebiih dahulu.
Suara pancuran air yang keluar dispenser dan centingan gelas dari sendok
the yang dikeluarkan dari gelas usai mengaduk adalah melodi sempurna di meja
depn yang khusus melayani pembuatan minuman.
“Gilang, tolong buatkan kopi hitam pesanan baru meja 2” ucap
satu-satunya pelayan di warung kopi ini yang benama Mas Kardi. Sosok yang memiliki gaya rambut
panjangnya mengikuti tren 90an dimana nuansa rock sangat merajalela begitupun
sekarang tetap meriah pasar music rock, terikat rapi dengan karet gelang dapur.
Aku hanya tersenyum dan segera membuatnya hingga tersadar ada yang
menepuk pundakku yaitu satu-satunya koki kepercayaan bang jamal bernama mas
surya. Ia pun berdii disamping ku ikut mengolah kopi yang akan disajikan kepada
pelanggan. Cukup terkejut karna mas surya adalah sosok yang selama ini hanya
berada di dapur selama beroperasi keccuali keluar untuk beristirahat menghisap
cerutunya. Ia adalah pensiunan café yang terkenal dan kawan dekatnya bang
jamal. Sehingga hanya lingkungan staff dan pelanggan yang cukup setia mengenal
Mas Surya.
Aku dan Mas Kardi terpukau akan gaya mas surya mengolah kopi yang
terdapat didalam cangkir hangat. Gerakannya seakan penuh dengan kehati-hatian
dan tanpa keraguan layaknya memahat sebuah seni, mengingatkan ku cara membuat
kopi yang tertulis dalam novel filososfi kopi.
Keterkepukauan diriku dan Mas Kardi memperhatikan cara pengolahan kopi
yang dilakukan mas surya membuat kami tak sadar separuh daftar pesanan sudah
dicoret mas surya.
Tampak mas surya melihat kami lalu ia berkata sambil terpejam “sampai
kapan kalian hanya terpukau melihat diriku mengaduk kopi ditiap-tiap cangkir
yang ingin di sediakan?, lakukan apa yang perlu kalian lakukan dan kau gilang
jika kau hanya melamun lebih baik kau baca buku novelmu lagi dari pada membantu”
sarkas mas surya kepada diriku. Aku hanya mengangguk mantap dan melanjutkan
pekerjaan ku.
Bagi diriku kopi adalah salah satu dari sekian hobiku yang berawal dari
keterpukauan dari kata-kata dan untaian kalimat yang tertulis dalam novel
filosofi kopi. Dari mengelap cangkir dan menuangkan cairan panas kopi gayo
kedalam cangkir-cangkir yang sudah berjejer didepan ku lalu ditambah cairan
susu dan membentuk seni dipermukaan kopi.
Tak sampai disitu pekerjaan kami, banyak yang terjadi layaknya diriku
yang harus memecahkan cangkir 2x dan mendapat pukulan dari lipatan kertas milik
bang jamal. Begitupun mas kardi yang haus bulak-balik mengantarkan pesanan ke
meja2 tau dan sesekali mendapat pandangan jutek dari pelanggan sebab pesanan
mereka belum juga diantar. Dan sahut menyahut diriku dan mas kardi pun sering
terjadi karna kopi yang dipesan belum selesai dibuat karna cangkir yang masih
basah dan harus di lap terlebih dahulu.
Akan tetapi sahut menyahut yang lebih ramai adalah Antara bang jamal
dengan mas surya karna lebih sengit akan pesanan mana yang harus terlebih
dahulu dibuat di dapur. Namun suara pertikaian kami hanya layaknya suara
mikroba di muka bumi karna warung kopi sangat ramai dengan pembicaraan yang
berbeda-beda dan itu semua terjadi hingga pukul 11.
Merapikan meja hingga
menyisakan meja panjang yang menghadap dapur luar yang digunakan untuk
menyajikan kopi, diduduki oleh bang jamal, mas surya, dan mas kardi.
Sedangkan diriku masih mengelap gelas-gelas yang basah dan menimpanya
kedalam lemari diikuti suara seruputan dari mereka bertiga yang sedang
menikmati waktu istirahatnya ditmani lagu2 jazz yang bernyanyi mengisi ruangan
yang berasa dari radio ua dipojok ruang.
Akhirnya bang jamal pun membuka suara “hari yang melelahkan memang tak
ada obatnya kecuali kopi dan music jazz yang dapat menenangkan tubuh dari
segala kepenatan” kami pun mengangguk menanggapi ucapan tanpa arah bang jamal. Hingga
aku pun membuka pembicaraan kembali “jika tiap malam seperti ini kuyakin warkop
ini akan selalu mendapat profit yang besar. Tapi warkop ini kekurangan orang
untuk mengerjakan semua ini bang jamal” ucap ku pada bang Jamal.
Bukannya ada tanggapan mereka malah tertawa dan melihat diriku.
“dan bagaimana kekurangan itu diisi dirimu Gilang? Ucap bang jamal,
semua menunggu jawaban ku hingga desiran suara keluar dari rongga mulutku yang
berasal dari isi hatiku yaitu kalimat “baiklah, aku menyetujuinya” tanpa adanya
keraguan jabat tangan antara diriku dengan bang jamal diikuti tepukan gemulai
dari mas kardi dan mas surya lalu gelak tawa bersama mengsi ruangan.
Kami pun melanjutkan perbincangan dari masalah kecil hingga pembicaraan
tentang mas kardi yang sudah berumur 29 tapi masih melajang. Semua iu berakhir
ketika lagu Queen Boheimia Rhypsody berakhir dengan mulus dan ucapan selamat
malam dr penyiar radio tepat jam 11.30 malam
Hujan deras pun yang sedari tadi mengguyur muka bumi tetap tak ada hentinya.
Hingga sebuah bunyi pecikan payung yang dilipat menyita perhatian kami berempat
dan memperihatkan sosok pria bekemeja memasuki kedai yang sudah tertanda tutup.
Baru saja hendak megingatkan bahwa kedai sudah tutup diriku terkejut
bahwa sosok tersebut merupakan salah satu kawanku ketika touring motor tua yang
bernama Bang Tara.
Dengan megetuk-ngetukkan ujung sepatunya sekedar mengeringkan pria
tersebut mulai berbicara “ayah maaf aku telambat mari pulang” ucapnya entah
kepada siapa diantara kita semua. Kami pun saling melirik satu sama lainnya kecuali
bang jamal yang mulai berdiri dari kursinya. Dan bertanya “kau sendiri kesini Tara?
Ini kawanmu ketika touring tidak kau sadari hmm?” Tanya Bang Jamal sembari
meletakkan cangkir kopi dan diriku mulai menyapa “yo Bang Tara apa kabar”
ucapku dengan santai.
Bang Tara sambil berjalan meghampiriku “hey Gilang apa kabar, diriku
baik2 saja bagaimana kab.." kata-katanya tak berlanjut ketika sesosok wanita
dengan rambut hitam pendek sebahu muncul dicelah pintu depan yang belum
tertutup penuh. “ayah kapan kita pula..” kata2nya tak berlanjut ketika mata
kami bertubrukan sama lain
Kacamata tipisnya seakan menghalangi keindahan warna matanya, selayaknya
bunga yang sedang tertidur. Berjalan pelan memasuki ruangan seakan-akan waktu
melambat hanya diantara kita. Matanya terjuju kepada diriku Hingga kejutan dari
tepukan meyadarkan diriku.
“itu cucu ku, tak sopan jika kau hanya pandang-pandangan maka kenalan
lah be gentle hehehe” bisik Bang Jamal sambil kebelakang mengambil jaket dan
tasnya.
Aku pun melepas aplon dan mengambil tas yg sedari tergeletak di meja dan
menggantungkan ajakan bersalaman tepat depan cucu bang jamal yang hanya direspon
tawa yang tertahan baik bang tara disampingku juga mas kardi dan mas Surya yang bersiap-iap pulang.
“hai namaku Gilang, Gilang Ramazan salam kenal” ucapku dengan menahan gugup
karna semuur hidup desiran gugup seperni tak pernah kurasakan sehebat ini. Dengan
kepala sedikit tertunduk ia membalas jabat tanganku “hai Gilang, namaku Alesha
Hasna, panggil saja Alesha dan salam kenal juga” ucapnya sambil menatap ku
dengan penuh malu.
Kami canggung memulai pembicaraan hingga aku pun mengingat pertanyaan
klise yaitu “kalau boleh tau Alesha sekolah dimana?”. Dirinya yang agak
terkejut ditanya memegang dadanya dengan sebelah tangannya dan menjawab
"aku sekolah di sma negeri Jakarta selatan, baru juga naik kelas 2. Kalau kaka
kuliah dimana?” tanya Alesha.
Diriku terkejut akan pertanyaan perihal kuliah dimana padahal kenyataanya diriku
baru naik kelas 12 tanpa ada pengulangan kelas sekalipun seumur hidupku.
Alesha masih menunggu sedangkan yang lain menahan tawanya bersama bang tara
yang sudah bergabung dengan mereka untuk duduk.
“maaf tapi saya baru kelas 12 d sma Jakarta selatan juga.” Sama dengan
dirinya tanpa penyebutan nomor sekolahnya. Dia terkikik dan berbicara “maaf
kukira kau sudah kuliah karna badanmu cukup tinggi hehehe. Btw kakek ku sering
membicarakanmu dirumah katanya kau sangat hebat dalam mengelola kopi layaknya
dalam film Filosofi kopi”.
Melihat dirinya sudah mulai terbuka akupun melanjukannya.
“tampaknya Bang Jamal hanya melebih-lebihkannya saja, mau coba segelas” diriny
tampak berbinar ketika mendengar tawaranku “mau” ucapnya. Baiklah tunggu saja
dimeja itu akan kubuatkan. Baru berapa langkah ingin menuju dapur, sosok bang
jamal muncul “masih warung gw lang, tara Alesha ayo pulang dan kalian juga
pintu mau kukunci” ucapnya dengan santai lalu melenggang keluar.
Alesha mengerucutkan mulutnya menatap kakeknya, menandakan
ketidaksetujuan dengan perkataan bang jamal, iapun berdiri dan berbalik
meninggalkanku sambil tersenyum kearahku hingga.
“boleh kah kita bertukar kontak seperti id line dan wa jadi kita bias ngobrol
lebih banyak lagi” Tanya Alesha. Sekali lagi Alesha yang bertanya dan kuyakin
pembaca tidak mempercayainya. Aku pun mengangguk dan saling bertukaran gawai
dan mengisi kontak kita masing setelah itu dia tersenyum dan melenggang pergi
bersama bang tara diikuti sebuah tanda jempol dari bang jamal kepada diriku. Aku
hany tersenyum dan melangkah keluar dari toko.
Saling melambai tangan dengan malu diikuti wajah bangga bang jamal dan
mereka pun melaju diiikuti bulan dan lampu jalan yang memberi penerangan
dimalam ini. Dengan Honda tuaku ku tancapkan gas mengikuti gugusan bintang kearah yang berlawanan.
Maknanya:
Menurutku kisah yang kutulis di
dalam buku harian bersampul biru ni ada
3 makna yang bias kuambil yaitu;
Yang pertama, kondisi Warung Kopi yang kugambarkan menjelaskan bahwa
WarKop bukan hanya sekedar tempat nongkrong, tempatnya anak-anak bolos dantempatnya
para penangguran apalah itu merupakan kesalahan. Karna warung kopi yang
sebenarnya tidak seperti itu, warung kopi itu layaknya sebuah galeri dimana
seetip orang bisa membicarakan apa saja yang dimulai sebuah kata kopi ini enak
ya, setiap orang disitu hampir memiliki tujuan yang sama yaitu menikmati
segelas kopi hitam dan bersosialisasi dengan orang yang baru kita kenal atau
teman yang kita bawa ke tempat tersebut. Banyak hal positif yang kita dapat
dari sebuah warung kopi.
Yang kedua, mengenai kesempatan. Bayangkan jika saya nolak tawaran bang
jamal diawal tadi. Apa jadinya warung kopi tersebut dan jika saya menolaknya
psati pandangan seeorang bang jamal akan berbeda terhadap saya dan berakhir saya
tidak akan bertemu dengan Alesha. Dan semua penilan yang baik mengenai diri
kita akan berubah karna sebuah kemalasan dan berakhir cerita positive saya
kepada Alesha akan tercemar karna kemalasan.
Yang ketiga, dan ini yang terakhir yaitu jangan pernah takut memulai
sesuatu karna jika kita stuck di satu titik maka kita harus melakukan hal lain
sebentar saja karna itu akan memberimu banyak inspirasi dan pelajaran karna
setiap apa yang kita lakukan pasti ada maknanya
Sekian dari Filosofis 19 dan saya tunggu comment semoga menikmati karna
setiap coment yang muncul merupakan pelajaran bagi saya untuk lebbih baik di
cerita kelanjutannya.
Kisah mingguan Gilang Ramazan 1 End
(setiap Jumaat up tapi malam takbiran ada yang special)
instagram: @filosofis19
instagram: @filosofis19
Comments
Post a Comment